Hari ini
aku mendapatkan tugas bahasa indonesia yang harus dipresentasikan.Namaku Ilham
Zulkarnain,aku adalah murid dari sebuah Pondok Pesantren terkenal di Jawa
Timur.Aku bisa sekolah disini hanya karna kemampuanku di bidang akademik,juga
karna belas kasihan dari salah seorang pengajar disini.
Semua murid
sudah berkumpul didalam kelas,mereka saling membicarakan tugas
masing-masing.Tugas bahasa kali ini adalah menceritakan tentang orang tuanya
dan keluarganya.Semua tampak bangga dengan karangan masing-masing.Mereka
bercerita bahwa ayahnya seorang kyai,PNS,Dokter,dan sebagainya.Sepertinya hanya
aku yang ragu untuk bercerita.
“Hey
Ham,kenapa kau diam saja disitu.Bergabunglah dengan kawan yang
lain.Kemarilah,kita saling bercerita.” Sapa Mahmud dari gerombolan anak dipojok
kelas.
“Iya Ham,kemarilah!!Gabunglah
sini kau!!” Ajak teman-temanku dari pojok ruangan.
“Tidaklah kawan,hari ini badanku
tak enak sekali rasanya.Malas aku untuk beranjak dari kursi ini.” Sahutku
sekenanya
“Ah,,rindu mamaknya mungkin dia”
Sahut si Raja dengan logat Bataknya yang khas itu.
“Bisa saja kau ini kawan!!”
Kataku
Semua anak di rungan menjadi
tertawa.Terus saja aku pandangi tulisanku.Aku takut jika aku ceritakan
kisahku,aku justru dijauhi oleh teman-temanku.Guruku bahas indonesiapun masuk
kedalam ruangan,seketika itu juga kelas menjadi hening.
“Bagaimana?Apakah semua siap
bercerita hari ini?Kalau ada yang tidak siap,lebih baik keluar saja.” Kata pak
Syam guruku bahasa indonesia dengan tegas.
“Siap pak!!” Kata teman-temanku
serentak.
Semuanya semakin sibuk berlatih
menceritakan keluarganya saat pak Syam
mulai memanggil satu persatu muridnya untuk bercerita di depan kelas.Masih saja
aku pandangi tulisanku.Aku berharap bel segera berbunyi dan aku tak perlu lagi
bercerita didepan kelas.Namun lamunanku buyar ketika Pak Syam mentebut namaku.
“Ilham Zulkarnain,silahkan maju”
Kata pak Syam mengagetkanku.Aku Cuma diam memandangnya,aku masih ragu.
“Ilham,ayo maju dan ceritakan
tentang keluargamu.” Pak Syam mengulangi perintahnya.Aku pun maju kedepan
kelas.Aku lihat seluruh anak memandangiku dengan heran. Bukannya langsung
bercerita,aku malah menyerahkan buku tugasku kepada pak Syam. Beliau melihatnya
sejenak.Namun,kemudian dia berbalik menatapku sambil tersenyum.
“Berceritalah
nak,ceritakanlah.Buat semua temanmu kagum kepadamu.”Kata pak Syam sambil
menepuk pundakku.Akhirnya akupun berani bercerita.
“Namaku Ilham Zulkarnain.Aku
anak seorang napi.”
Semua teman-temanku tampak
sangat kaget.Aku bisa melihatnya lewat cara mereka menatapku.Sekali lagi aku
melihat Pak Syam,beliau tersenyum dan menganggukkan kepalanya kepadaku.berarti
aku harus melanjutkan ceritaku.
“Aku berasal dari
Jogjakarta,daerah gunung kidul.Aku punya dua adik perempuan,namanya Aisyah dan
Fatimah.Aisyah sekarang sedang melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren
Gontor Putri.Sedangkan Fatimah,dia adik kecilku.Sekarang dia baru berumur tiga
tahun dan sedang masa lucu-lucunya.Ibuku meninggal karena Kanker.Sedangkan
Ayahku,saat ini sedang menjalani hukumannya di penjara.Pasti kalian kaget kan
kalau aku adalah anak narapidana?”
Aku lihat mereka hanya
menganggukkan kepalanya saja.
“Dulu keluarga kami adalah
keluarga kecil yang bahagia,walau kami hidup serba pas-pasan,tapi kami selalu
menikmatinya.Ayahku bekerja sebagai kuli angkut di pasar,kadang dia juga
menjadi tukang untuk memperbaiki rumah warga yang rusak.Sedangkan Almarhum
ibu,beliau bekerja sebagai buruh cuci untuk warga,dengan upah yang tak
seberapa.Aku masih ingat hari itu,aku diminta oleh wali kelasku untuk membayar
uang Gedung dan Uang SPP yang menunggak 2 bulan.Sedangkan si Aisyah meminta
untuk dibelikan buku persiapan ujian nasional.Ayah yang saat itu baru saja
mendaptkan upahnya,kemudian membagi uang itu menjadi tiga,untuk uang
sekolahku,untuk membeli buku Ais,juga untuk biaya persalinan ibu.Sedangkan uang
hasil kerja ibu,kami gunakan untuk makan.Karna usia kehamilan ibu semakin
tua,ibu akhirnya berhenti bekerja.Ayah juga sudah jarang sekali mendapatkan
pekerjaan.Terkadang dia pulang larut malam agar bisa mendapatkan uang.Sering
aku meminta kepada Ayah agar aku berhenti sekolah saja,tapi ayah justru
marah.Beliau selalu saja bilang.’Mau jadi apa kamu kalau tidak sekolah?Di zaman
yang sulit ini,pendidikan akan selalu menjadi nomor satu nak!Biarlah bapak dan
ibu saja yang bodoh,jangan kalian.Anak-anak bapak kelak akan jadi pemimpin
negeri ini,Pemimpin yang adil.Kamu harus giat belajar.Jangan kecewakan ibu dan
bapak!!’.Aku Cuma diam saja ketika beliau berkata seperti itu.Akupun nekat
bekerja,yang aku ingat.Waktu itu aku bekerja jadi penyemir sepatu.Yang akhirnya
uang itu aku gunakan untuk membelikan pakaian bayi ketika si kecil Fatimah
lahir.”
Hampir saja aku menangis saat
bercerita.
“Hingga suatu sore,saat aku
sedang memandikan si kecil Fatimah.Datanglah tetanggaku bernama Lek Parman.Dia
datang kerumahku dengan wajah yang tegang,dan tubuhnya basah oleh keringat.
‘Ada apa lek?Kok sepertinya
panik seperti itu? Kataku sambil menggendong Fatimah
‘Bapakmu le,bapakmu dibawa ke
kantor polisi!!’
‘Astagfirullah…Kok bisa pak
lek?Memangnya bapak ngapain?’
‘Bapakmu tadi mau mengambil buah
pisang selirang di kebun,yang
ternyata milik pak polisi.Ayo cepat kamu kesana!!’
Lemas rasanya seluruh badanku
saat itu.Aku segera menemui ibu didalam kamr.Tapi beliau pinsan,mungkin beliau
juga mendengar berita tadi.Aku bingung sekali waktu itu,Aisyah menangis karena
takut,ibu pinsan,dan si kecil fatimah belum juga tertidur di gendonganku.Ku
minta Aisyah menjaga ibu di kamar.Akupun berlari kekantor polisi dengan Fatimah
digendonganku.Mirip sekali aku dengan gelandangan waktu itu,bajuku Cuma 2 helai
yang aku pakai bergantian hingga terlihat kumel waktu itu.Aku lihat ayah
tertunduk lesu,dengan borgol ditangannya.Aku mendekatinya,tak kuasa aku menahan
tangis melihat beliau dalam keadaan seperti itu.
Sebulan kemudian,ayah diadili di
meja hijau.Wajahnya tampak lesu,dan badannya tampak kurus.Aku,Fatimah dan
Aisyah datang bersama tetanggaku yang prihatin atas keadaan kami.Sempat ayah
datang dan duduk disampingku sebelum persidangan dimulai.Dia menciumiku,Ais,juga
Fatimah.Beliau berpesan agar aku menjaga ibu dan adik-adik sampai ayah pulang
kerumah.
Ayah dituntut 5tahun penjara
oleh jaksa.Hakim pun menyetujuinya,dengan wajah ya terpaksa.Hakim sempat
nebgucapkan kata maaf kepada Ayah.Ayah hanya tersenyum mendengar semua itu.
Setelah Ayah dipenjara,aku yang
jadi tulang punggung keluarga.Aku bekerja sebagai kuli angkut dipasar,juga jadi
pemulung.Fatimah selalu ada dalam gendonganku saat aku bekerja.Tapi aku tak
berhenti belajar,setiap buku yang aku dapat disampah,aku pelajari dan kerjakan
semua soal-soalnya.Aku bertekat untuk menjadi pemimpin dan penegak hukum yang
adil.Membela yang benar dan menyalahkan yang salah.Aku tak ingin mengecewakan
kedua orangtuaku yang telah berkorban begitu besarnya untukku.Aku ingin
membanggakan mereka.Aku tetap bangga karna ayahku dipenjara demi keluarga,bukan
karena korupsi.Kami hanyalah segelintir cerita masyarakat pinggiran yang
terlupakan,yang memohon keadilan yang sejati.
Sekian
cerita dari saya,terimakasih.” Kataku mengakhiri cerita.
Tanpa kusangka semua
teman-temanku berdiri dan memberikan tepuk tangan untukku.Bahkan Pak Syam
sempat menitikkan air mata mendengar ceritaku.
Itulah sepenggal kisah
hidupku.Dan aku tak akan malu lagi mengakui bahwa aku anak napi.Karna itu semua
adalah bukti perjuangan keras ayah untukku.
0 komentar:
Posting Komentar