Jumat, 26 April 2013

Catatan Harian Sikha I

Diposting oleh Unknown di 03.35

Aneh, sepertinya dunia makin meracau tak jelas. Terutama negeriku ini. Semakin hari,semakin tak tahu hendak dibawa kemana. Indah dimata luar,tapi busuk dari mata dalam. Indah? Apa maksud dari kata ‘Indah’ itu? Bagiku ini sama sekali tidak indah. Ini justru terasa aneh,terasa janggal. Sedikit mengusik fikiran saat aku ingin terlelap tidur. Sore ini aku pergi ke bioskop, sekadar menonton sebuah film karya anak negeri. K vs K, Kita vs Korupsi….
Kesan pertama saat hendak menonton film ini, aneh. Bagaimana tidak, tak ada antrian panjang di lokasi pembelian tiket. Para remaja justru berbondong-bondong menuju ke tiket penjualan film romance dengan cinta yang menggebu, dan alur yang mengharu biru. Kesan kedua, masih aneh. Yang memenuhi ruang pemutaran film hanya para orang tua,adapun remaja hanya ada segelintir di pojok ruangan. Beda dengan ruangan sebelahnya, histeris. Kesan ketiga aku dapat setelah pemutaran film ini berakhir. Film ini membuat……aku bingung.
“Sik,kamu ngapain bengong di teras sendirian?” ku lirik wanita yang berseloroh itu. Baju kerja lengkap dengan perhiasan ala pejabat masa kini. Itu Ibu ku…
“Enggak bu, lagi mikir masalah kerjaan aja.”
“Kenapa?” Wanita itu duduk di hadapanku. Wangi parfum branditnya menyengat di hidungku.
“Kalah tender bu…”
“Ibu kan sudah bilang sama kamu. Kasih ehmmm….” Ibu menggesekkan ibu jari dan jari tengahnya. Uang yang dia maksud.
“Ah, males bu..” jawabku. Ini yang selalu aku sebut keanehan di sekelilingku. Uang dan selalu saja uang, alat pemulus segala hal.
“Kamu ini kalau dikasih tau kok nggak pernah mau nurut sih. Persis kayak bapakmu kamu itu. Nah,sekarang lihat aja bapakmu itu. Jadi apa dia sekarang? Cuma guru berpenghasilan rendah kan? Coba aja dulu dia nurut sama apa omongan ibu, pasti semua nggak jadi kayak gini ini.” Jawab ibuku dengan wajah yang mulai memerah karena geram.
“Bapak memang miskin bu. Tapi bapak itu jujur,nggak suka telikung sana sini. Nggak suka tipu-tipu,model pejabat zaman sekarang…” mataku setangah melirik ke arah ibu.
“Kamu sindir ibu?”
“Enggak kok,tapi kalau ibu ngrasa juga nggak apa-apa. Berarti itu tandanya ibu masih waras,dan masih punya hati nurani. Yah, walaupun hanya secuil saja …” Kata-kata ku kali ini membuat ibu seperti orang yang terbius obat. Diam tanpa kata, dan aku menang telak diperdebatan kali ini. Aku pun berdiri dari tempat dudukku. Sesaat sebelum masuk rumah, aku sejenak membalikkan badanku lagi. Ada sesuatu yang lupa aku katakan.
“Bu, mulai besok Sika mau ikut bapak aja di kampung. Males di rumah ini, rasanya tuh…. Panas!” kataku pada ibu. Jari-jariku membentuk tanda kutip diudara saat aku mengucapkan kata ‘Panas’, sebagai istilah teguran untuk ibu.
“Pergi saja sana, ikut bapakmu. Paling sehari dua hari aja kamu udah nggak betah hidup di kampung.” Teriak ibuku dari beranda rumah.
“Hemmm… Whatever!” Jawabku.
Kali ini keputusanku sudah bulat untuk ikut tinggal bersama bapak dikampung. Mungkin disana aku bisa memperoleh ketenangan yang tak aku dapatkan di rumah. Dan semua jawaban atas pertanyaan yang aku anggap aneh.
Oh ya, sekilas informasi saja. Bapak dan ibu ku sudah lama bercerai,semenjak aku SD lah. Lama juga kan? Permasalahannya, bapak ku itu orangnya anti banget sama nama nya tipu-tipu. Bayarannya dulu pas-pasan, hidupnya pun sederhana. Itu yang ibu nggak suka,katanya bapak itu manusia paling bodoh. Ya lebih tepatnya,urusan finansial lah yang akhirnya memisahkan mereka. Malam ini aku akan bersiap-siap,mengemasi beberapa barang yang akan aku bawa. Dan besok, aku akan segera meluncur ke kampung halaman bapakku.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Imajinasi Lilin Kecil Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting