Sabtu, 27 April 2013

Percakapan Diri

Diposting oleh Unknown di 02.42 0 komentar

Tanpa rasa..
Aku pada jiwa pagi
Tanpa nadi
Aku pada biru mega

Kosong
Ringan

Aku mengais sejumlah ilalang
Dan ku genggam
Erat hingga aku terluka
Hingga bernanah
Aku diam

Tatapan selembar kertas kosong
Tapi ternoda
Hitam legam warna
Cacat rusak hancur

Hey…!!!
Dia kotor, tak suci lagi..

Fitnah seharum melati
Semerbak
Terlena

Dunia bodoh
Kecacatan moral dianggap hebat
Globalisasi
Katanya
Lagi trend
Ngakunya

4|_4y
Mode on
Sukses trending topik twitter
Bangga?

Aku….
Aku hanya ingin jujur..
Pada siapa?
Pada diriku…

Ini itu salah
Tak benar
Keliru

Kenapa aku salah?
Aku memang tag seperti kalian
Tak bisa seperti kalian
Tapi aku bukan manusia aneh
Apalagi gila….

Aku…
Aku hanya sedikit..
Sedikit berbeda dengan kalian.
Iya,aku hanya sedikit berbeda!

Kakak,aku takud kak…
Aku takut….
Kakak datanglah, aku sendiri disini..
Kenapa?
Mereka berteriak di telingaku
Lihat, terburai semua!

Aku bodoh…
Aku gadis sampah bodoh..
Kembalikan aku kesampah….

Kamu tidak bodoh…
Kamu kebanggaan kakak…

Tapi aku tak sama seperti mereka…
Tak perlu menjadi sama untuk hebat…
Kamu itu kebanggaan,kesayangan kakak….

Dik….
Belajarlah bersyukur….
Mengertilah,
Dan dunia ini akan bercerita tentangmu…

Jumat, 26 April 2013

Catatan Harian Sikha II

Diposting oleh Unknown di 23.50 0 komentar

Semua barang bawaanku sudah lengkap aku kemas. Dua tas berisi baju, satu koper sepatu dan keperluanku yang lain, dan juga pastinya aku membawa serta kamera video kesayanganku. Sepertinya semua ini cukup untuk aku tinggal bersama bapak. Kira-kira bapak sekarang seperti apa ya? Lama juga tak jumpa….

Oh ya, aku sudah banyak bicara sampai lupa memperkenalkan namaku dipermulaan cerita ini. Waktu aku lahir, bapakku memberi nama bayi kecilnya Fasikha Chalwa Nabila. Iya benar,itu aku. Orang-orang terbiasa memanggilku Sikha,atau terkadang mereka juga memanggilku cina. Seperti yang telah aku ceritakan sebelumnya. Orang tua ku berpisah saat aku masih SD. Dulu bapak bekerja sebagai salah satu manajer di perusahaan yang bergerak di bidang migas. Tapi akhirnya bapak di pecat, dengan alasan sebuah kesalahan yang tak pernah ia lakukan. Ia di fitnah oleh rekan kerjanya sendiri. Bapak di fitnah telah menggelapkan uang perusahaan dengan nilai ratusan juta,namun akhirnya tak terbukti di pengadilan. Sejak saat itu lah bapak dan ibu berpisah. Ibu merasa bapak tak akan bisa mencukupi seluruh kebutuhan ibu yang super mewah itu.

Setelah berpisah, bapak memilih pulang ke kampung halamannya di Bandung. Dulu pernah aku pergi kesana,sekadar menengok kakek dan nenek bersama ayah. Ah… tapi itu dulu! Kenyataannya sekarang sudah belasan tahun aku tak bisa berjumpa dengan ayah. Apa mungkin sekarang ayah sudah punya keluarga baru? Ibu, dia tak pernah mau menikah lagi. Dia lebih suka bergonta-ganti lelaki. Mungkin itu yang lagi trend di kalangan sosialita. Kata teman-teman ku, mereka sering disebut tante girangg yang kesepian. Target utama mereka,ya pasti lah para brondong belasan tahun gitu. Aku tak pernah terbayang,ternyata dunia di depan mataku begitu kelam dan suram. Sedikit saja aku tergelincir, pastilah aku akan terjerembab dalam lubang yang hitam yang panjang dan kelam.
“Loh? Mbok mau kemana kok bawa-bawa tas gitu?” tanyaku saat melihat mbok sayem datang tergopoh-gopoh membawa sebuah tas besar.
“Ye,, emangnya neng aja atuh yang bisa pulang kampung? Embok the juga mau pulang neng…” jawab wanita paruh baya yang sedari kecil merawatku.
“Emang boleh sama tuh….” Aku mencibirkan bibirku ke arah ibu ku yang turun dari tangga dengan dandannannya yang ala Syahrini itu.
“Boleh neng….” Mbok menjawabnya setengah berbisik. Rupanya Ibu ku sudah benar-benar enggan melihatku di rumah ini.
“ Mbok di kasih uang pesangon nggak?” tanya ku. Ku lihat wajah tua itu tertunduk menahan kesedihannya. Fikiranku pun segera menangkap gelagat yang tidak enak. Segera aku berlari ke arah ibu ku yang membuka pintu mobil.
“Bu!!” bentakku sambil mendorong pintu mobil yang terbuka. Hampir saja tangan ibuku terjepit.
“Kamu ini gila apa?” ibu ku menatap tajam ke arahku, hampir saja kedua bola matanya terlepas karena hal itu,
“Ibu tuh yang gila. Hati ibu tuh di taruh mana sih? Bisa-bisa nya nyuruh mbok pulang tanpa pesangon!” teriakku. Sepasang mata biru yang lentik itu masih memandangku tajam. Diambilnya beberapa ratusan ribu dari balik tas coklat yang ia bawa. Tanpa ragu langsung saja uang itu ia lempar ke muka ku.
“Good job Sikha. Thank a lot miss..” mataku memandang ruang hampa di sekitar tengkuk Ibu ku. Menahan air mata ku agar tidah jatuh, ternyata lebih sulit di bandingkan ketika aku harus menahan agar tak kencing dicelana.

Selalu hidup dengan ending yang sama. Dalam alur cerita yang sama pula. Itu lah aku!!
Perjalanann menuju kampung halaman bapakku memerlukan waktu yang cukup lama. Mungkin petang nanti aku baru bisa sampai ke gerbang desa mereka. Setelah itu melanjutkan perjalanan kembali dengan gerobak atau berjalan kaki. Kedua kaki ku tiba-tiba terhenti, aku melihat sepasang lansia tengah mengemis diantara orang-orang yang berduyun-duyun hendak melancong ke luar kota. Sang suami ada di gendongannya, kedua orang tua itu berjalan tertatih dan mengadahkan tangannya.

Ada ya, kenyataan sepahit ini di dunia nyata. Kemana sih anak mereka? Tega banget biarin orang tuanya kaya gitu. Nggak punya perasaan kali ya!! Ku keluarkan senjata pamungkasku, camera video! Ku rekam semua hal yang mereka lakukan. Setiap langkah kaki ringkihnya, tak luput dari pandanganku.
Sebenarnya, apa yang di rencanakan sabda langit dengan hadirnya mereka? Ini teka-teki….

Catatan Harian Sikha I

Diposting oleh Unknown di 03.35 0 komentar

Aneh, sepertinya dunia makin meracau tak jelas. Terutama negeriku ini. Semakin hari,semakin tak tahu hendak dibawa kemana. Indah dimata luar,tapi busuk dari mata dalam. Indah? Apa maksud dari kata ‘Indah’ itu? Bagiku ini sama sekali tidak indah. Ini justru terasa aneh,terasa janggal. Sedikit mengusik fikiran saat aku ingin terlelap tidur. Sore ini aku pergi ke bioskop, sekadar menonton sebuah film karya anak negeri. K vs K, Kita vs Korupsi….
Kesan pertama saat hendak menonton film ini, aneh. Bagaimana tidak, tak ada antrian panjang di lokasi pembelian tiket. Para remaja justru berbondong-bondong menuju ke tiket penjualan film romance dengan cinta yang menggebu, dan alur yang mengharu biru. Kesan kedua, masih aneh. Yang memenuhi ruang pemutaran film hanya para orang tua,adapun remaja hanya ada segelintir di pojok ruangan. Beda dengan ruangan sebelahnya, histeris. Kesan ketiga aku dapat setelah pemutaran film ini berakhir. Film ini membuat……aku bingung.
“Sik,kamu ngapain bengong di teras sendirian?” ku lirik wanita yang berseloroh itu. Baju kerja lengkap dengan perhiasan ala pejabat masa kini. Itu Ibu ku…
“Enggak bu, lagi mikir masalah kerjaan aja.”
“Kenapa?” Wanita itu duduk di hadapanku. Wangi parfum branditnya menyengat di hidungku.
“Kalah tender bu…”
“Ibu kan sudah bilang sama kamu. Kasih ehmmm….” Ibu menggesekkan ibu jari dan jari tengahnya. Uang yang dia maksud.
“Ah, males bu..” jawabku. Ini yang selalu aku sebut keanehan di sekelilingku. Uang dan selalu saja uang, alat pemulus segala hal.
“Kamu ini kalau dikasih tau kok nggak pernah mau nurut sih. Persis kayak bapakmu kamu itu. Nah,sekarang lihat aja bapakmu itu. Jadi apa dia sekarang? Cuma guru berpenghasilan rendah kan? Coba aja dulu dia nurut sama apa omongan ibu, pasti semua nggak jadi kayak gini ini.” Jawab ibuku dengan wajah yang mulai memerah karena geram.
“Bapak memang miskin bu. Tapi bapak itu jujur,nggak suka telikung sana sini. Nggak suka tipu-tipu,model pejabat zaman sekarang…” mataku setangah melirik ke arah ibu.
“Kamu sindir ibu?”
“Enggak kok,tapi kalau ibu ngrasa juga nggak apa-apa. Berarti itu tandanya ibu masih waras,dan masih punya hati nurani. Yah, walaupun hanya secuil saja …” Kata-kata ku kali ini membuat ibu seperti orang yang terbius obat. Diam tanpa kata, dan aku menang telak diperdebatan kali ini. Aku pun berdiri dari tempat dudukku. Sesaat sebelum masuk rumah, aku sejenak membalikkan badanku lagi. Ada sesuatu yang lupa aku katakan.
“Bu, mulai besok Sika mau ikut bapak aja di kampung. Males di rumah ini, rasanya tuh…. Panas!” kataku pada ibu. Jari-jariku membentuk tanda kutip diudara saat aku mengucapkan kata ‘Panas’, sebagai istilah teguran untuk ibu.
“Pergi saja sana, ikut bapakmu. Paling sehari dua hari aja kamu udah nggak betah hidup di kampung.” Teriak ibuku dari beranda rumah.
“Hemmm… Whatever!” Jawabku.
Kali ini keputusanku sudah bulat untuk ikut tinggal bersama bapak dikampung. Mungkin disana aku bisa memperoleh ketenangan yang tak aku dapatkan di rumah. Dan semua jawaban atas pertanyaan yang aku anggap aneh.
Oh ya, sekilas informasi saja. Bapak dan ibu ku sudah lama bercerai,semenjak aku SD lah. Lama juga kan? Permasalahannya, bapak ku itu orangnya anti banget sama nama nya tipu-tipu. Bayarannya dulu pas-pasan, hidupnya pun sederhana. Itu yang ibu nggak suka,katanya bapak itu manusia paling bodoh. Ya lebih tepatnya,urusan finansial lah yang akhirnya memisahkan mereka. Malam ini aku akan bersiap-siap,mengemasi beberapa barang yang akan aku bawa. Dan besok, aku akan segera meluncur ke kampung halaman bapakku.
 

Imajinasi Lilin Kecil Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting